Friday, September 25, 2015

Peluk dan Tanya

Peluk dan Tanya

"Sayang.. aku penuh akan tanya tersembunyi..
Ingin sekali ku ungkapkan tetapi belum ku temukan kata yang tepat menggambarkan saat ini.."

Tetiba saat ini aku merasa lemah, jatuh pada titik terendah. saat hinggar bingar terasa amat sangar dan orange juice favoritpun tak lagi terasa segar.
Aku butuh sepi, sekedar untuk menengok kedalam diriku lagi.
Tapi tidak ada lagi jiwa disana, yang ada hanya ruang gelap yang hampa.
Katamu aku ingat "jangan bersedih lagi, air mata hanya boleh dibuang saat momentum berharga".
Tapi aku tidak punya lagi sesuatu yang berharga selain kata tanya.

Aku ingat betul saat kepalaku bersandar dibahu sebelah kananmu dengan sengaja dan kau telah banyak bercuap-cuap tentang cerita yang kau kenang sejak masa remaja.
Haah, aku tak pernah bisa letih meskipun mendengar keluh mu berulang dan berulang lagi.
Segalanya ku simak satu persatu tanpa pernah bisa aku menghindari sorot matamu. dalam, hangat dan selalu membuat aku perlahan-lahan terjerat.

Aku selalu lupa akan kalimat tanyaku, sial. aku lupa dari mana harus memulai tanya.
Seketika saja otakku buntu. Tidak satu bait kalimatpun yang mampu dirampainya.
Aku diam beberapa saat, memandangi bibirmu yang masih saja sibuk bercerita dengan hangat.
Hilir mudik kata berganti dan tetap saja kalimat tanyaku hilang lagi.

Aku ingin berbebat, menyampaikan setiap argumen tanpa kau celak.
Dengan tenang tanpa rasa takut kehilangan. Sayangnya aku tidak bisa segagah itu.
Untuk bertanya 'kenapa?' pun aku harus meminta maaf terlebih dahulu.
Beberapa orang memang terlahir untuk terjebak dalam kata tanyanya sendiri, termasuk aku sepertinya.
Menanti sang suara mungkin merangkai kata indah dengan sendirinya.

Aku lelah, terkadang. Lalu dibalik sandarku, aku temukan bahu yang mengajarkanku untuk menjadi pendengar yang berhati sabar.
Aku tidak ingin bertanya lagi setelah itu, sebab yang ku tau kaupun berusaha untuk tidak pernah menjawabnya.
Tapi apa kamu pernah tau, yang ku butuh peluk. Peluk.
Bukan jawaban dari sebuah retorika tidak berkesudahan..

Peluk itu tanya yang tanpa tanda tanya, aku hanya ingin singgah dalam hangat yang kau punya. Sekali.
Tanpa meminta, tanyalah aku sedang merasa apa.
Sebab terkadang aku lelah, memohonmu untuk mengerti apa yang sedang membebani.
Sesederhana itu mauku, pelukmu..

INTAN IRA
TENTANG PENULIS:

PELAJAR/MAHASISWI
WEBSITE/BLOG: http://aksaraira.blogspot.co.id/

Load disqus comments

0 comments