Friday, September 25, 2015

Luruhkan Masa Lalu

Luruhkan Masa Lalu

Daun-daun kering di jalan setapak taman ini masih berserakan dimana-mana, ada angin yang sesekali mengajak mereka menepi di sisi pohon. Sore ini aku berjalan sendiri tanpa barang-barang yang selalu menggelayut di punggungku beserta isinya. Entahlah, aku hanya ingin menikmati taman kota yang rasanya tak sesepi ini ketika tiap pulang kuliah aku melewatinya. Aku mencari bangku taman yang kiranya mampu menopang segala pikiran yang berkecamuk seakan mencambuk-cambuk.

Masih daun gugur sebelum mengering
Sedang aku masih menunggu walau luka belum kering

“Aku sudah nggak bisa mertahanin hubungan kita Rin.”
“Tapi kenapa? Karena mama? Kenapa kamu nggak mau berjuang buat aku?”

Sayup-sayup kudengar percakapan sepasang kekasih yang menurut dugaanku sedang bertengkar. Namun aku masih sibuk dengan lamunanku sendiri kemudian.

Lalu, sampai saat ini pohon masih beranting
Sedangkan hatiku selalu genting

“Aku nggak suka diatur-atur begitu Rin, aku sudah beri banyak pengertian kan ke mamamu tapi tetap saja begitu.”

Aku mendengar isakan. Perempuan itu menangis.
Ya, selayaknya aku
Kau pergi bersama hembusan pilu

*****

“Mbak maaf, sekarang pukul berapa ya?”
“Tiga mas.” Aku menunjukkan jam tanganku kepada seseorang yang menanyaiku.
“Terima kasih mbak.”

Aku hanya tersenyum dan kembali melempar pandang pada jalan raya yang berulang kali bus dan angkutan kota lewat di depanku dan aku masih diam saja duduk di bangku halte.
Ada rindu yang masih ulung

Pun kenanganmu masih mengkungkung
“Mbak mau kemana?”

Aku menoleh kepada seseorang di sampingku. Laki-laki yang tadi menanyai waktu. Mungkin ia heran karena aku melamun
saja dengan raut muka pasrah.

“Saya menunggu jemputan teman saya. Mbak daritadi saya lihat hanya diam disini.”

Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba hujan turun lebat. Aku masih diam saja, mungkin aku sudah dilumpuhkan oleh sayatan-sayatan kenang yang bimbang.

“Wah mbak hujan, geser sebelah sini mbak.”

Aku menggeserkan diri ke samping kanan yang mampu sedikit menghindarkan aku dari air hujan.

“Mbak ada masalah ya?”

Aku tak mengerti, laki-laki di sebelahku ini suka sekali menanyaiku.
Tiba-tiba telapak tangannya ia tengadahkan di tetesan air hujan sambil matanya menerawang jauh.

“Hujan selalu mampu meluruhkan masa lalu.”

Mataku terbelalak, lelaki itu menyebut masa lalu.

Ia menoleh kepadaku, “Jangan terjebak oleh masa lalu mbak, bukankah masa lalu tak mampu diubah. Namun masa lalu mampu mengubah kita menjadi seseorang yang lebih baik jika kita memaknainya dengan benar.”

“Aku ingin menghapusnya atau bahkan melumpuhkan ingatanku saja.”
“Saya bisa membantunya.” Laki-laki itu tersenyum dan mendekat padaku.

*****

Ternyata ia yang mencipta isak perempuan ketika kemarin aku sedang berada di taman.

RENA KHARISMA
TENTANG PENULIS:

PELAJAR/MAHASISWI
TWITTER: @kharismarena

Load disqus comments

0 comments