Friday, September 25, 2015

Labirin Di Atas Langit

Labirin Di Atas Langit

Teruntuk Narapati Bhagadio

Hai Bhaga apa kabar angin diatas sana?

Siang ini tak sabar rasanya aku berlari untuk menyapa pantai, bercanda dengan ombak, dan berbisik dengan pasir. Kamu tau rasanya terkecup angin di bibir pantai? Seperti itu Bhaga, seperti candu yang ku rasa untuk selalu menyapamu. Dibatas rindu yang kian gemuruh didalam dadaku, aku ingin bertamu pada ruang yang berlabirin paling curam dalam hidupku. Ku ketuk ruang itu perlahan, lalu diam. Sama seperti apa yang selalu kau lakukan, menemui aku dalam diam yang selalu saja tak ingin ku hentikan. Bhaga, bisa kah malam ini kau datang kelorong gelap itu lagi? Sama seperti malam Selasa lalu ketika suhu tubuhku tak menentu.

Bhaga, lorong mana lagi yang harus ku kunjungi untuk bisa menyapamu satu hari penuh seperti dulu? Aku sudah mengirim rinduku pada kumparan awan di ujung ketinggian, menitip pilu pada angin-angin lautan, memikul rindu hingga remuk dan patah seluruh tulang. Sudah berapa lama Ga? Sejak rintik-rintik kecil lirih disimpul mataku perlahan-lahan jatuh? Atau sejak aroma-aroma sendu pilu merajut kesendirianku? Entahlah Ga, seluruh temu mungkin mampu ku abaikan hanya untuk menyapamu dalam diam. Meskipun dalam diam dan sesekali lambaian tangan. Sesederhana itu cukup. Bahkan teramat lebih. Bagiku. 

Bhaga, aku ingat tiap detik malam itu. Malam-malam yang selalu saja membuatku tak bisa terlelap nyenyak setelahnya. Malam-malam dimana tidak ada lagi setelah sedih dan duka yang dapat ku rasa. Malam itu, pekat membalut semesta. Trotoar tidak lagi sedang berjuang, rudup-redup lampu jalan merasakan kelelahan nyata terpajang. Hanya ada suara kamu dan tentunya aku. Tertawa, sesekali bergurau tentang masa depan. Bercanda dan tentunya berbagi kasih sayang. Lalu entah oleh sebab apa sebuah sedan seperti melaju kesetanan. Mereka tiba-tiba menghantam kita dari depan. Apa sebabnya, hingga kini aku tak mengerti. Setelah itu seluruh tubuhku terpeluk perih, nyilu dan tentu saja kaku. Aku mencari mu, dalam kata yang mulai terbata aku sebut namamu.

Ku lihat kerumunan manusia membentuk lingkaran diatas tubuhku yang mulai menyeracau tak karuan. Ya, dibatas sisa rasionalku yang masih bekerja. Kamu dimana? Mengapa setiap gerakan mataku tak lagi memunculkan bayanganmu. Bhaga, tidak kah kau perduli kepanikan ku? Bhaga.. jawablah. Lalu suatu ketika aku sampai di titik kerasionalan yang sempurna. Dimana selang-selang dan sejumlah alat pacu teramat menyelamatkan hidupku. Lalu setiap saat ku sebut namamu sejak itu, hanya dingin dan diam yang orang lain lontarkan. Ah.. rupanya kau curang. Kau pergi terlebih dahulu tanpa mengajakku, katanya.

Tapi aku tak bisa menahanmu memitih langkah jauhmu kesurga. Tidak kah kau tau sesuatu yang amat sangat perih dari pada tumpukan luka jahitan dan patah tulang yang kurasakan? Kau tau kah? Aku mendendam pada tiap kesepian? Derap langkah mu semakin jauh kurasakan, setiap langkahmu membunuh satu bahagia dalam kepalaku. Aku lelah berimajinasi bahwa sebenarnya kamu masih ada disini. Mungkin... Tuhan sayang terhadapmu, jauh lebih banyak dari rasaku untukmu. Baiklah dengan sepenuh hati akan ku coba mengerti. Tunggu aku di labirin langit sana Ga, suatu saat aku akan menemuimu dan mungkin berada disisimu untuk waktu yang kita sebut selamanya. Beristirahat lah dengan nyaman disana. Semoga tidak ada lagi sendu dan sedan yang dapat kamu rasakan.

Dalam damai yang kini kau rasakan. Adakah sedikit rindu yang mungkin masih dapat menghujam? Rindu menemuiku semisalnya. Datanglah dalam waktu bebas yang kamu mau. Aku mencintaimu dalam dunia dan dalam keabadian, dalam kehidupan dan juga kematian, dalam gelap maupun terang, dalam lagu jazz maupun mezzo soppran. Berdamailah kamu disana, sebab kamu tau aku selalu setia menghibur kesedianku terhadap kepergianmu. Tenang lah Ga, sekali lagi ku katakan. Aku mencintamu dalam tenang..

Yang selalu mencintaimu dalam berbagai kondisi,
Andhina Savira.

INTAN IRA
TENTANG PENULIS:

PELAJAR/MAHASISWI
WEBSITE/BLOG: http://aksaraira.blogspot.co.id/

Load disqus comments

0 comments